![]() |
Add caption |
SOSOK WISNU ANTI FATIHAH
Rasa-rasanya kala berbicara burung beo pun bisa bahkan robot
yang tak bernyawapun cakap dalam berbicara,,
Saudara kita T.Wisnu
keturunan salah seorang raja Aceh (Ampon) selama di Jakarta banyak perubahan disegi
fisik dan pemahaman . Entah beliau sibuk dengan main senetron CINTA FITRI atau
ilmunya masih minim ia berbicara disalah satu station TV ’’ bahwa hadiah pahala
bacaan Al-fatihah tidak ada dalam hadis’’.
MEMANG ……..
Selama ini WISNUsering rileks dengan para pendatang dari
Yaman , dedengkot DARUL HADIS , tapi tiba-tiba gegabah jadi USTAD pak KHAI……………..mungkin
ingin tampil beda
MASAK SIH TIDAK ADA DALIL TENTANG MENGAHIAHKAN PAHALA
FATIHAH…
MEMANG ADA DALIL TENTANG MENGHADIAHKAN BACAAN BAGI SESEORANG
?
SAYA MENJAWAB ADA 100 % ADA
BERIKUT INI ..
DR. Syeikh Wahbah Zuhaily merupakan seorang ulama besar zaman ini yang
banyak melahirkan karya kitab-kitab terutama dalam bidang fiqh, tafsir dan
ushul fiqh. Karya-karya beliau banyak di minati oleh berbagai kalangan. Dalam
bidang fiqh, beliau lebih memilih mazhab Syafii sebagaimana beliau utarakan
sendiri ketika berkunjung ke Banda Aceh tahun yang lalu. Keahlian beliau dalam
ilmu fiqih lintas mazhab terlihat dengan banyaknya karya-karya beliau dalam
berbagai mazhab yang berbeda. Salah satu karya beliau yang fenomenal adalah
kitab Fiqh Islamy wa adillahtuh. Kitab ini telah diterjemahkan dalam bahasa
Malaysia dan Inggris.
Syeikh Wahbah Zuhaily tetap berpandangan layaknya ulama-ulama Ahlus sunnah dahulu. Salah satunya adalah dalam hal sampai hadiah pahala amalan orang hidup bagi orang yang meninggal. Berikut ini penjelasan beliau dalam kitab Fiqh Islamy wa Adillatuh jilid 3 hal 2095 Cet. Dar Fikr thn 1997
Syeikh Wahbah Zuhaily tetap berpandangan layaknya ulama-ulama Ahlus sunnah dahulu. Salah satunya adalah dalam hal sampai hadiah pahala amalan orang hidup bagi orang yang meninggal. Berikut ini penjelasan beliau dalam kitab Fiqh Islamy wa Adillatuh jilid 3 hal 2095 Cet. Dar Fikr thn 1997
ثانياً ـ إهداء ثواب الأعمال للميت :
اتفق العلماء على وصول ثواب الدعاء
والصدقة والهدي للميت للحديث السابق: «إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث:
صدقة جارية أو علم يُنتفع به و ولد صالح يدعو له»
وقال جمهور أهل السنة والجماعة :
للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة أو صوماً أو صدقة أو تلاوة قرآن، بأن يقول:
اللهم اجعل ثواب ما أفعل لفلان لما روي أن النبي صلّى الله عليه وسلم «ضحى بكبشين
أملحين أحدهما عن نفسه والآخر عن أمته ممن أقر بوحدانية الله تعالى وشهد له
بالبلاغ» فإنه جعل تضحية إحدى الشاتين لأمته. ولما روي أن رجلاً سأل النبي صلّى
الله عليه وسلم فقال: « كان لي أبوان أبرهما حال حياتهما، فكيف لي ببرهما بعد
موتهما فقال له عليه الصلاة والسلام: إن من البر بعد البر: أن تصلي لهما مع صلاتك
وأن تصوم لهما مع صيامك» .
وأما قوله تعالى: {وأن ليس للإنسان
إلا ما سعى} [النجم:39/53] فيراد به: إلا إذا وهبه له كما حققه الكمال بن الهمام
أو أنه ليس له من طريق العدل وله من طريق الفضل ويؤكده مضمون آية أخرى: { والذين
آمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذ ريتَهم} [الطور:21/52] .
وأما حديث «إذا مات الإنسان انقطع
عمله إلا من ثلاث» فلا يدل على انقطاع عمل غيره. وأما حديث: «لا يصوم أحد عن أحد
ولا يصلي أحد عن أحد» فهو في حق الخروج عن العهدة لا في حق الثواب.
وليس في ذلك شيء مما يستبعد عقلاً إذ
ليس فيه إلا جعل ما له من الأجر لغيره والله تعالى هو الموصل إليه وهو قادر عليه
ولا يختص ذلك بعمل دون عمل.وقال المعتزلة: ليس للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره
ولا يصل إليه ولاينفعه لقوله تعالى: {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى وأن سعيه سوف
يرى} [النجم:39/53-40] ولأن الثواب هو الجنة وليس في قدرة العبد أن يجعلها لنفسه
فضلاً عن غيره.
وقال مالك والشافعي: يجوز جعل ثواب
العمل للغير في الصدقة والعبادة المالية وفي الحج ولا يجوز في غيره من الطاعات
كالصلاة والصوم وقراءة القرآن وغيره.
Masalah kedua; hadiah
pahala amalan bagi mayat.
Sepakat para ulama tentang
sampai pahala doa, shadaqah dan hadiah bagi mayat karena hadits: “apabila
meninggal manusia, putuslah amalannya kecuali dari tiga, shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya”.
Mayoritas ulama Ahlus
sunnah berkata: boleh bagi manusia menjadikan pahala amalannya bagi orang lain,
baik shalat, puasa, shadaqah atau bacaan al-quran, dengan membaca; “Ya Allah
jadikan pahala amalan yang saya kerjakan bagi si fulan. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi SAW: Rasulullah berqurban dengan dua qurban yang
berwarna kelabu, salah satunya untuk diri beliau sendiri dan yang lain untuk
umatnya yang mengakui dengan keesaan Allah dan bersaksi dengan risalah.
(H.R.Ibnu Majah). Beliau menjadikan salah satu kambing qurban untuk umatnya.
Dan juga berdasarkan hadits tentang seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi
SAW; saya berbuat baik kepada dua ibu bapak saya ketika kedua masih hidup,
bagaimana bagi saya untuk berbuat baik setelah keduanya meninggal? Rasulullah
menjawab: sebagian dari kebaikan setelah kebaikan adalah kamu shalat untuk
keduanya bersama shalatmu dan kamu berpuasa bagi kedua bersama puasamu.
Sedangkan firman Allah:
tiada bagi manusia kecuali hasil usahanya (an-Najmu 39) maka maksudnya adalah;
kecuali apabila ia menghibahkan baginya sebagaimana diterangkan oleh Kamal bin
Hamam ataupun maksudnya; tidak ada bagi insan kecuali hasil amalannya dengan
jalan keadilan Allah, namun bagi manusia (bisa mendapatkan hasil selain
amalannya) dari jalan karunia Allah. Hal ini juga dikuatkan dengan ayat 21
ath-Thur.
Adapun hadist: “apabila
mati anak adam putuslah amalnya kecuali dari tiga …maka sama sekali tidak
menunjuki putus amalan dari selain nya. Sedangkan hadist: “tidak boleh
seseorang berpuasa untuk orang lain dan tidak boleh seseorang berpuasa untuk
orang lain”, maka hadist ini berlaku pada keluar dari tuntutan kewajiban bukan
tentang pahala”.
Hal tersebut bukanlah satu
perkara mustahil pada akal, karena ini hanyalah menjadikan pahala miliknya
untuk orang lain, sedangkan Allahlah yang menyampaikannya, dan Allah maha kuasa
terhadap hal tersebut. Hal tersebut tidak hanya terkhusus pada sebagian amal
saja.
Kaum Mu`tazilah berkata:
tidak boleh bagi manusia menjadikan pahala amalannya untuk orag lain dan hal
tersebut tidak akan sampai dan tidak bermanfaat bagi orang lain tersebut
berdasarkan firman Allah an-Najmu 39-40, dan karena pahala itu adalah surga
sedangkan hamba tidak mampu menjadikan surge tersebut untuk dirinya sendiri
apalagi untuk orang lain.
Berkata Imam Malik dan Imam
Syafii; boleh menjadikan pahala amalan untuk orang lain pada shadaqah, ibadah
maliah, dan haji, dan tidak boleh pada perbuatan sunat yang lain seperti
shalat, puasa, membaca al-quran dll.
Dari penjelasan di atas
sangat jelas bahwa menurut Prof. DR. Syeikh Wahbah Zuhaily mayoritas ulama
Ahlus sunnah berpendapat bahwa hadiah pahala boleh, hanya kaum mu`tazilah yang
berpendapat mutlak tidak boleh. Kita melihat bagaimana beliau menanggapi
perbedaan yang tampak antara ayat al-Quran dengan beberapa hadist shahih,
beliau tidak langsung memvonis bahwa hadits shahih tersebut adalah hadist dhaif
yang sama sekali tidak bisa dijadikan hujjah (sebagaimana yang di utaraan oleh
Bapak Aliwari dalam bukunya Hadiah Pahala Amalan Rekayasa)
Adapun pendapat Imam Syafii
yang mengatakan bahwa tidak sampai pahala bacaan orang hidup kepada orang
meninggal, hanya berlaku apabila bacaan al-quran tersebut bukan di baca di
hadapan mayat atau di samping kuburan atau tidak di iringi dengan doa. Para ashhab
(pengikut utama) Imam Syafii memahami pendapat Imam Syafii dengan demikian
karena ada nash Imam Syafii yang lain yang menyebutkan di sunatkan membaca
al-quran ketika berziarah kubur. Imam Nawawi menerangkan dalam kitab Majmuk
Syarah Muhazzab jilid 5 hal 311 Cet. Dar Fikr
ويستحب للزائر أن يسلم على المقابر
ويدعو لمن يزوره ولجميع أهل المقبرة والأفضل أن يكون السلام والدعاء بما ثبت في
الحديث ويستحب أن يقرأ من القرآن ما تيسر ويدعو لهم عقبها نص عليه الشافعي واتفق
عليه الأصحاب
Dan disunatkan bagi
penziarah untuk mengucapkan salam atas kubur dan berdoa bagi orang yang
diziarahi dan ahli maqbarah. Yang lebih utama adalah mengucapkan salam dan
berdoa sebagaimana yang tersebut dalam hadits dan disunatkan membaca ayat
al-quran semudahnya dan berdoa setelahnya sebagaiman Imam Syafii sebutkan
secara jelas dan hal ini disepakati oleh ashshab (pengikut Imam Syafii)
Dari nash ini maka dapat di
pahami bahwa Imam Syafii juga berpendapat bahwa bacaan al-quran di atas kuburan
dapat bermanfaat bagi mayat. Karena kalau seandainya pembacaan al-quran di di
hadapan mayat juga tidak bermanfaat bagi mayat sama sekali maka tidak mungkin
Imam Syafii berpendapat sunat hukumnya bagi penziarah kubur membaca al-quran di
samping kubur ketika berziarah. Kemudian para ulama telah ijmak bahwa doa dapat
bermanfaat bagi mayat. Ijmak ini di sebutkan oleh mayoritas para ulama seperti
Imam Ibnu Katsir dalam tafsir al-Quran al-karim beliau. Termasuk salah satu hal
yang boleh di doakan adalah supaya Allah memberikan pahala seumpama pahala
bacaan al-quran yang ia baca kepada orang yang meninggal. Karena itu salah satu
bentuk pengucapan doanya adalah:
اللهم اجعل مثل ثواب ما قرأته إلى
Ya Allah berikanlah seumpama pahala bacaanku
ini kepada…
Kalaupun dalam pengucapannya tidak di sebutkan lafadh مثل /seumpama, misalnya hanya di baca:
Kalaupun dalam pengucapannya tidak di sebutkan lafadh مثل /seumpama, misalnya hanya di baca:
...اللهم اجعل ثواب ما قرأته إلى
Ya Allah berikanlah pahala
bacaanku kepada…
maka doa tersebut tetap sah karena dalam maknanya tetap di maksudkan lafadh مثل karena pemakaian kata-kata ثواب ما قرأته (pahala bacaanku) sedangkan maksudnya مثل ثواب ما قرأته (umpama bacaanku) adalah satu hal yang telah masyhur.
maka doa tersebut tetap sah karena dalam maknanya tetap di maksudkan lafadh مثل karena pemakaian kata-kata ثواب ما قرأته (pahala bacaanku) sedangkan maksudnya مثل ثواب ما قرأته (umpama bacaanku) adalah satu hal yang telah masyhur.
KUNJUNGI
JUGA
NB: ILMU YANG BERMAMFAAT ILMU YANG BERSAMBUNG SANAD DARI
GURU KEGURU HINGGA RASULULLAH SAW
SYUKRAN WA ALLAHU A’LAM..